PSHT adalah harga mati bagi ku
Titakat Orang SH TERATE
Oleh: H. Tarmadji Boedi Harsono,SE
Kunci keberhasilan hidup itu sebenarnya hanya satu. Kalau kita
dikasihi Allah SWT, hidup kita akan bahagia. Hanya manusia itu kurang
bersyukur. Kita kadang-kadang hanya ngersulo (mengeluh), larut dalam
kekecewaan. Dan kikir dalam berterima kasih. Tidak pernah puas dengan
dengan apa yang sudah di dapat. Selalu merasa kurang dan kurang.
Di SH Terate tidak ada ajaran mengeluh. Tidak ada ajaran nggresulo. Kita
dididik untuk menjadi orang yang pantang menyerah. Orang terate itu
kalau bisa sing gedhe tirakate, harus banyak tirakat. Dalam hal apa
saja. Gak kemrungsung (tenang). Tidak emosional, tidak gusar, tidak
adigang adigung, adiguno (sombong).
Hari-hari orang SH Terate itu dipenuhi tirakat. Rialat dan selalu
bersyukur menerima suratan Allah. Bagaimana cara orang SH Terate
tirakat?
Tirakat orang SH Terate itu boleh dibilang sepanjang masa. Dalam kondisi
apapun. Dalam situasi bagaimanapun. Contohnya saya ini. Saya ini yam
as, ini mohon maaf. Saya orang berkeluarga. Saya punya istri, punya
anak. Mestinya, sekarang ini saya mendampingi istri dan anak-anak.
Tetapi mereka saya tinggal karena saya harus memenuhi kadang-kadang SH
Terate. Saya tinggal istri saya sendiri, ini namanya tirakat, dalam
sekala paling ringan. (saat memberi petuah ini posisi Ketua Umum SH
Terate di padepokan, red).
Contoh lain, sehari ini saya sudah berniat hanya makan sekali. Biarpun
saya dihadapkan makanan dari manapun saya tidak beli, saya tidak akan
makan. Ada lagi contoh tirakat yang lain. Misalnya, selama satu minggu
saya tidak akan makan kecuali jam 6 sore, saya baru makan. Kemudian
malamnya saya berniat tidur paling lama 4 jam , besuknya lagi juga sudah
tidak makan. Ini namanya jarang-jarangi, atau ngurang-ngurangi.
Niatnya bagaimana? Tidak perlu macam-macam. Niat tirakat untuk menjaring
kasih Allah. Biar dikasihi Allah. Disayang Allah. Dengan begitu, kita
akan merasa dekat dengan Allah. Sehingga hati ini merasa tenteram.
Gelombang apapun yang dihadapi, dia akan mesem, gak akan gentar.
Tapi sayangnya orang sekarang ini sukanya instant. Seperti mie instant.
Pingin makan mie tinggal masukkan ke gelas tuangkan air jadi mie, dan
langsung makan tidak mau repot-repot. Tidak mau nanam dulu, tapi ingin
langsung panen. Kalau mau nandur, mau nanam, hanya sedikit, tapi ingin
panen yang banyak. Lho kalau begini, kamus dari mana kita bisa panen.
Ndak ada kamus orang ndak mau nananm kok panen.
Kehidupan ini tersusun dari jalanan proses yang saling kait mengait.
Sebelum hujan, prosesnya diawali dengan mendung. Sebelum malam,
prosesnya diawali dari pagi dulu, kemudian siang, sore dan malam. Proses
ini harus dilalui. Jangan seperti ingin makan mie instant. Dan kalau
toh ingin makan mie instant, kita kan harus bekerja dulu agar dapat
uang, kemudian dibelikan mie instant. Tidak serta merta, mie instant
tersaji di depan mata, begitu kita menginginkannya.
Jadi kalau kita menginginkan sesuatu, harus berani tirakat. Berusaha
keras, melalui tahapan demi tahapan. Melalui proses. Jangan hanya diam,
duduk berpangku tangan dan hanya berdo’a saja. Laku itu tidak pas untuk
orang SH Tetate. Kita tidak diajari seperti itu.
Kemudian, yang tidak boleh dilupakan, setiap proses membutuhkan
keseimbangan keharmonisan. Sesuatu yang tidak seimbang, pasti
menimbulkan dampak kurang baik. Karenanya, dalam kita bertirakat,
keseimbangan proses ikhtiar lahiriah dan bathiniah harus dijaga. Tidak
boleh berat sebelah.
Didikan di SH Terate itu mendidik jiwa. Yang kita bangun adalah jiwa itu
butuh waktu. Butuh kesabaran dan kesempatan. Tidak sehari dua hari
jadi. Tidak seperti membalik telapak tangan. Membangun fisik kuat bisa
diformat dalam waktu sebulan dua bulan. Contohnya, melatih atlet.
Melatih atlet bisa diformat dalam tenggang waktu tertentu. Dengan
standarisasi. Tapi, membangun jiwa, memasukkan ajaran budi luhur, butuh
waktu panjang dan terus menerus. Nah, yang kita bangun itu kedua-duanya.
Jiwa dan raga. Lahiriah dan bathiniah. Kita diarahkan menjadi manusia
berbudi luhur, tahu benar dan salah, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dalam jalinan persaudaraan kekal abadi.
Bagaimana orang berbudi luhur itu? Paling mudah orang berbudi luhur itu
tidak dakwen salah open. Kita dididik untuk tidak mencampuri persoalan
orang lain. Kita tidak usil. Selalu berfikiran positif.
Contohnya, ada kadang (warga SH Terate, red) datang ke rumah saya.
Biarpun saya tahu dia berkeluarga, datang membawa anak wanita, saya
tidak rebut, tidak akan nanya siapa perempuan itu. Kecuali kadang itu
sendiri memperkenalkan. Paling banter saya hanya akan nanya, kepentingan
apa dik.
Ini salah satu didikan kita. Kita tidak mau mencampuri urusan orang
lain. Kecuali kalau orang itu, kadang itu minta saya menyelesaikan
masalahnya. Minta tolong. Baru saya mohon maaf mengorek keterangan awal,
sebagai bahan acuan dasar untuk mencarikan solusi atau jalan keluar.
Orang budi liuhur itu orang yang tidak iri dengki atas keberhasilan
orang lain. Misalnya, ada orang lain bisa masuk pegawai negeri. Kita
lantas dengki iri dan menduga-duga, ah itu berhasil karena membayar
uang, istilahnya nyogok. Ndak boleh itu. Yang harus kita lakukan adalah,
ikut senang melihat kadang SH Terate berhasil. Seneng jika melihat bisa
beli mobil.
Jadi kita tabu ngurusi dan mencampuri urusan orang lain. Sebab itu akan
membuat kita jadi resah sendiri. Hati jadi tidak tenang, tidak damai.
Pancarkan sinar kasih. Yang ada di hati nurani kita hanya prasangka
baik. Prasangka luhur. Sehingga, keluarnya pun luhur. Omong ya enak
didengar. Gampang dimengerti. Ibarat ceret, kalau air dalam ceret itu
jernih, ceretnya juga sering dibersihkan, dilap, keluar air dari
gagangnya juga jernih. Tapi kalau airnya keruh, ceretnya tidak pernah
dirawat, keluarnyapun keruh. Omong urakan seenaknya sendiri. Sikapnya
juga urakan. Gak ngerti umpan papan (tidak paham situasi dan kondisi,
red). Dupeh iso gelut (merasa memiliki kemampuan bisa berkelahi, red)
tidak menghargai orang lain. Merasa dirinya paling super.
Yang saya sebut di atas itu, tirakat bathin. Karena batin kita juga
butuh tirakat. Tirakat paling sederhana, selalu berpikiran baik pada
orang lain. Gak demen ngrasani. Tidak suka mengumpat atau menggunjing.
Jika ini yang kita lakukan, hati kita jadi bersih. Resik. Dan sihing
Gusti Allah, pasti akan turun menyertai kehidupan kita.
Dikutip dari Tabloid Terate edisi 24

Jiwa
patriotisme yang tinggi ditunjukkan oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo, salah
seorang Saudara Tertua Setia Hati, dengan bantuan teman-temannya dari
Pilang Bango, Madiun dengan berani menghadang kereta api yang lewat
membawa tentara Belanda atau mengangkut perbekalan militer.
Penghadangan, pelemparan, dan perusakkan yang terjadi berulang-ulang
sampai akhirnya ia ditangkap PID Belanda dan mendapat hukuman kurungan
di penjara Cipinang dan dipindahkan ke Padang, Sumatera Barat. Setelah
dibebaskan, Ki Hadjar Hardjo Oetomo yang telah mendirikan Setia Hati
Pencak Sport Club yang kemudian mengaktifkan kembali perguruannya sampai
akhirnya berkembang dengan nama Persaudaraan Setia Hati Terate.
Persaudaraan Setia Hati Terate dalam perkembangannya dibesarkan oleh
RM Imam Koesoepangat murid dari Mohammad Irsyad kadhang (saudara) Setia
Hati Pencak Sport Club (SH PSC) yang merupakan murid dari Ki Hadjar
Hardjo Oetomo.
Sebelum menjadi kadhang SH dan mendirikan SH PSC, Ki Hadjar Hardjo
Oetomo magang sebagai guru di SD Banteng Madiun. Tidak betah menjadi
guru, bekerja di Leerling Reambate di SS (PJKA) Bondowoso, Panarukan dan
Tapen. Tahun 1906 keluar dari PJKA dan bekerja menjadi Mantri Pasar
Spoor Madiun di Mlilir dengan jabatan terakhir sebagai Ajudan Opsioner
Pasar Mlilir, Dolopo, Uberan dan Pagotan (wilayah selatan Madiun). Pada
tahun 1916 bekerja di pabrik gula Redjo Agung Madiun. Tahun 1917 masuk
menjadi saudara SH dan dikecer langsung oleh Ki Ngabei Soerodiwirjo,
pendiri Persaudaran Setia Hati. Pada tahun ini bekerja di stasiun kereta
api Madiun hingga menjabat Hoof Komisaris. Tahun 1922 bergabung dengan
Sarekat Islam dan mendirikan Setia Hati Pencak Sport Club di Desa
Pilangbango, Madiun, yang kemudian berkembang sampai ke daerah Nganjuk,
Kertosono, Jombang, Ngantang, Lamongan, Solo, dan Yogyakarta.
Tahun 1925, ditangkap oleh Pemerintah Belanda dan dipenjara di
Cipinang, kemudian dipindahkan ke Padang, Sumatra Barat selama 15 tahun.
SH PSC dibubarkan Belanda karena terdapat nama pencak. Setelah pulang
dari masa tahanan mengaktifkan kembali SH PSC dan untuk menyesuaikan
keadaan, kata pencak pada SH PSC menjadi pemuda. Kata pemuda semata-mata
hanya untuk mengelabui Belanda agar tidak dibubarkan. Bertahan sampai
tahun 1942 bersamaan dengan datangnya Jepang ke Indonesia.
Tahun 1942, atas usul saudara SH PSC Soeratno Soerengpati tokoh
pergerakan Indonesia Muda, nama SH Pemuda Sport Club diubah menjadi
Setia Hati Terate. Pada waktu itu SH Terate bersifat perguruan tanpa
organisasi.
Tahun 1948, atas prakarsa Soetomo Mengkoedjojo, Darsono,dan lain-lain
mengadakan konferensi di rumah Ki Hadjar Hardjo Oetomo di desa
Pilangbango, Madiun. Hasil konferensi menetapkan Setia Hati Terate yang
dulunya bersifat perguruan diubah menjadi organisasi Persaudaraan Setia
Hati Terate dengan diketuai oleh Oetomo Mangkoewidjojo dengan wakilnya
Darsono. Kemudian secara berturut-turut:
· Tahun 1950, Ketua Pusat oleh Mohammad Irsyad.
· Tahun 1974, Ketua Pusat oleh RM Imam Koesoepangat.
· Tahun 1977-1984, Ketua Dewan Pusat oleh RM Imam Koesoepangat dan Ketua Umum Pusat oleh Badini.
· Tahun 1985, Ketua Dewan Pusat oleh RM Imam Koesoepangat dan Ketua Umum Pusat oleh Tarmadji Boedi Harsono.
· Tahun 1988, Ketua Dewan Pusat RM Imam Koesoepangat meninggal dunia dan
PSHT dipimpin oleh Ketua Umum Tarmadji Boedi Hardjono sampai sekarang.
Untuk menjadi saudara pada Persaudaraan Setia Hati Terate ini,
sebelumnya seseorang itu terlebih dahulu harus mengikuti pencak silat
dasar yang dimulai dari sabuk hitam, merah muda, hijau dan putih kecil.
Pada tahap ini seseorang tersebut disebut sebagai siswa atau calon
saudara.
Selama dalam proses latihan pencak silat, seorang pelatih/warga
(saudara SH) juga memberikan pelajaran dasar ke-SH-an secara umum kepada
para siswa.
Setelah menamatkan pencak silat dasar tersebut, seseorang yang
dianggap sebagai warga atau saudara SH adalah apabila ia telah melakukan
pengesahan yang dikecer oleh Dewan Pengesahan. Dewan pengesahan ini
termasuk saudara SH yang terbaik dari yang terbaik yang dipilih melalui
musyawarah saudara-saudara SH. Proses kecer tersebut berlangsung pada
bulan Syura. Adapun sarat yang harus disediakan dalam pengeceran antara
lain: Ayam jago, mori, pisang, sirih, dan lain sebagainya sarat-sarat
yang telah ditentukan.
Dalam proses pengeceran ini, kandidat diberi pengisian dan gemblengan
jasmani dan rohani dan ilmu ke-SH-an serta petuah-petuah,
petunjuk-petunjuk secara mendalam dan luas. Saudara SH yang baru
disahkan tersebut, dalam tingkatan ilmu disebut sebagai saudara tingkat I
(erste trap). Pada Persaudaraan Setia Hati Terate juga dibagi dalam
tiga jenis tingkatan saudara yaitu saudara SH Tingkat I (ester trap),
Tingkat II (twede trap), tingkat III (derde trap).
Pada Persaudaraan Setia Hati Terate diajarkan 36 jurus pencak silat
yang merupakan warisan dari Ki Ngabei Soerodiwirjo di erste trap serta
pelajaran ilmu ke-SH-an yang dapat diperoleh pada tingkatan twede trap
dan derde trap. Jurus-jurus tersebut merupakan ramuan dari beberapa
aliran pencak silat yang berada di nusantara, di antaranya dari Jawa
Barat, Betawi (Jakarta), dan Minangkabau.
Khadang SH Terate tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan di
beberapa negara seperti Belanda, Perancis, Belgia, Jerman, Amerika
Serikat, Australia, Malaysia, Singapura, Vietnam, Brunei Darussalam.
Secara administratif mulai dirintis pencatatan jumlah saudara pada tahun
1986. Sehingga jumlah saudara mulai tahun 1986 – 1999 sebanyak 108.267
Arti dan Makna Lambang PSHT
1. Segi empat panjang
– Bermakna Perisai.
2. Dasar Hitam
– Bermakna kekal dan abadi.
3. Hati putih bertepi merah
– Bermakna cinta kasih ada batasnya.
4. Merah melingkari hati putih
– Bermakna berani mengatakan yang ada dihati/kata hati
5. Sinar
– Bermakna jalannya hukum alam/hukum kelimpahan
6. Bunga Terate
– Bermakna kepribadian yang luhur
7. Bunga terate mekar, setengah mekar dan kuncup.
– Bermakna dalam bersaudara tidak membeda-bedakan latar belakang
8. Senjata silat
– Bermakna pencak silat sebagai benteng Persaudaraan.
9. Garis putih tegak lurus ditengah-tengah merah
– Bermakna berani karena benar, takut karena salah
10. Persaudaraan Setia Hati Terate
– Bermakna mengutamakan hubungan antar sesama yang tumbuh dari hati yang tulus, ikhlas, dan bersih.
– Apa yang dikatakan keluar dari hati yang tulus.
– Kepribadian yang luhur.
11. Hati putih bertepi merah terletak ditengah-tengah lambang
– Bermakna netral